Refleksi Hari Tasyrik yang Ke Tiga

Pict Source: cnnindonesia.com

Sebelumnya kami ucapkan, Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H semuanya !

Berbicara tentang tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha, katanya ketiga hari ini merupakan hari nya makan dan minum. Artinya kita tidak boleh menunaikan ibadah puasa sunnah pada hari tersebut.  Ceritanya pada hari Tasyrik yang bertepatan pada bulan Dzulhijjah ini merupakan hari raya nya orang islam kedua setelah Idul Fitri pada bulan Syawal. Pada hari tersebut umat islam yang menunaikan ibadah haji sedang melakukan lempar jumrah di tiga tempat dan bermalam di Mina. Selain itu pada bulan Dzulhijjah ini umat manusia sangat dianjurkan untuk berdzikir dan bertakbir kepada Allah setelah menunaikan sholat wajib.

Kali ini, seperti biasa aku melakukan kegiatan rutin sebagai pemula untuk belajar membiasakan oret-oret di halaman baru. Harapannya sih biar bisa menjadi motivasi di masa yang akan datang ehe. Belum juga dapat satu paragraf, adzan di mushollah sebelah rumah sudah memanggil. Oke aku tutup sejenak laptopku dan mulai menengok sajadah usang yang terpasang di mushollah. 

Sedikit mellow rasanya pada siang hari ini. Aku melihat Nafis yang masih bersekolah di bangku TK, putra dari salah satu tetanggaku, melantunkan sholawat atau pujian untuk menunggu jamaah datang ke mushollah. Aku bergegas berlari ke arah mushollah karena takut tertinggal di rakaat pertama. Karena biasanya tidak terlampau lama pujian di lantunkan kemudian dengan cepat imam memulai sholat berjamaah. Pada saat itu di shof belakang hanya ada aku, dan di shof paling depan hanya ada Nafis. Rasa bangga tersendiri melihat Nafis, generasi muda yang masih bersemangat untuk menuju mushollah berdebu di siang hari yang sangat terik. 

Rupanya siang ini tidak seperti siang-siang yang telah lalu. Lima belas menit pertama belum juga ada suara jamaah yang menyalakan kran depan mushollah untuk mencuci kakinya . Ditambah lagi dengan kipas yang sedikit rusak membuat semakin gerah isi mushollah. Aku pun masih sibuk memandang sudut kanan belakang dan sedikit membayangkan ada sosok nenek tua yang dirindukan salah satu cucunya. Setelah menunggu kurang lebih 20 menit, ada satu mbah kung yang sudah lumayan sepuh masuk dari gerbang samping mushollah. Gak begitu asing sih karena rupanya mbah tersebut adalah ahli jamaah di desaku. Namun karena aku terlalu lama gak menetap di desa, kebanyakan rantau, jadi kurang mengenal nama-nama penduduk disini, yah kecuali sebalah samping kanan kiri depan belakang rumah dan mushollah aja hehe

"uhuk uhuk" tiba-tiba Nafis terbatuk di tengah-tengah ia pujian. Entah karena ia sedang sakit atau karena terlalu lama sholawat yang ia lantunkan. Sampai ada salah satu tetanggaku datang dan bilang "wis le ojo diterusno pujiane, sampek watuk koyok ngunu.. maringene paling teko imam e" (sudah le, jangan di lanjutkan pujiannya sampai kamu terbatuk gitu, mungkin habis ini imamnya datang). Begitu kira-kira yang diucapkan Budhe Ris kepada Nafis. Aku kira budhe akan ikut jamaah sekalian, namun ternyata dugaanku salah. Budhe hanya ingin berbicara kepada Nafis. Setelah mbah kung menunaikan sholat sunnah dua rakaat, mbah kung tiba-tiba keluar masuk pintu mushollah, mungkin ingin memastikan ada atau enggak nya jamaah yang akan hadir lagi. Namun jarum jam sudah melewati angka 30 menit setelah adzan dikumandangkan. Akhirnya mbah kung memutuskan untuk menjadi imam dengan dua makmum, aku dan Nafis. Dengan sedikit tertatih mbahkung memulai sholat dengan sangat hati-hati. Karena sudah terlalu sepuh sehingga mengurangi kelincahan dalam berdiri dan bersujud. Akhirnya setelah rokaat pertama berlalu, ada dua orang jamaah yang mengisi shof di depan dan di sebelahku. Alhamdulillah.

Setelah sholat jamaah selesai, ada rasa bangga dan sedih dari diri aku pribadi. Rasa bangganya adalah aku masih di beri kesempatan mengumandangkan takbir di hari tasyrik yang ketiga bersama mushollah tempat ternyaman mbah siti sebelum meninggalkan kami. Namun rasa sedihnya, ditengah sepinya lantunan wirid sesudah sholat berjamaah membuat aku termenung dan tiba-tiba ingat sosok nenek tua yang selalu bersandar ditempat yang dari awal sudah nyaman aku pandangi sejak aku memasuki mushollah. Yah itu adalah tempat mbah siti tiap berjamaah. Mbah siti adalah ibu dari buya yang sudah 4 tahun ini meninggalkan kami. Di mushollah ini pun mbah siti mengakhiri hidupnya. Di mushollah ini mbah siti juga di sholatkan untuk yang terakhir kalinya. Tidak hanya itu, di mushollah ini pun aku melihat wajah bersinar dan wajah cantiknya mbah siti sebelum berangkat ke pemakaman. Allahummaghfirlahaa warhamhaa wa'afiha wa'fuanha. Semoga mbah siti ditempatkan di sayap-sayap syurga yang penuh kasih sayang Allah sepanjang masa. Mbah, aku buya muya dan adek-adekku semua rindu :') Sangat rindu ! Bahkan setelah mbah siti tidak lagi mengikuti jamaah disini, tapi suasana mushollah tetap seperti dulu, tetap seperti masih ada nafas mbah siti yang mendoakan kami.

Kita tidak akan pernah tau disisi mana Allah akan menempatkan kita sebagai hamba yang dapat membawa manfaat kepada sesama, sampai akhirnya kelak hanya nama yang ditinggalkan dan amal yang dibekalkan. Hari ini tepat tiga hari kita meninggalkan tanggal 10 Dzulhijjah. Sebagai orang muslim seharusnya dapat memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Semoga setiap hari menjadi hari bersyukurnya hati dan beramal kebajikan. Tidak ada yang bisa menilai tolak ukur keimanan seseorang, hanya berusaha menjadi lebih baik yang bisa kita lakukan. Salah satunya adalah membiasakan dan memukul pundak kita untuk tetap mengisi baris di mushollah, meskipun usang tapi insyaAllah membawa ketenangan. Seperti ketenangan di siang hari ini, sangat tenang. Mungkin saja hari ini masih banyak yang melakukan ibadah berkurban di tempat kerja masing-masing, sehingga lantai mushollah masih kering tiada jejak bekas air wudhu dari jari-jari kaki.
Sekian- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar